Nama
: RIFKI MASRONI
NIM :
12230007
Prodi : PMI
MASYARAKAT TRADISIONAL DAN
MASYARAKAT MODERN
A.
Arti
Masyarakat
Masyarakat
menurut Gillin dan Gillin adalah sekelompok manusia yang mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Sedangkan
menurut Selo Soemardjan adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan
kebudayaan. Dari beberapa pakar ahli sosiologi diatas maka dapat disimpulkan
bahwa masyarakat merupakan sekelompok orang atau manusia yang mempunyai sifat
yang kompleks dan hubungannya diikat oleh kesatuan persamaan yang sangat erat.
B.
Pembagian
Masyarakat
Dilihat
dari sisi materi atau pengetahuannya masyarakat dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu masyarakat tradisional (desa) dan masyarakat modern (kota). Oleh
karena itu kita perlu mengetahui apa itu masyarakat tradisional dan masyarakat
modern.
a.
Masyarakat
Tradisional
Masyarakat
tradisional yaitu masyarakat yang kehidupannya masih diikat oleh adat istiadat
nenek luhurnya atau adat istiadat yang lama. Oleh karena itu masyarakat
tradisional tidak mendapatkan perubahan yang mendasar dari perubahan-perubahan
yang ada dalam masa sekarang ini, walau memang tidak menutup kemungkinan
masyarakat tradisional sekarang sudah mengetahui tentang teknologi yang canggih
namun mereka hidup masih menggunakan dasar adat istiadat leluhur mereka. Dan
yang lebih menonjol dari masyarakat tradisional yaitu mereka hidup di daerah
pedesaan yang secara geografis terletak dipedalaman yang jauh dari keraimain.
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang bisa kita juluki dengan nama
masyarakat “paguyuban”. Masyarakat tradisional sangat erat atau rukun dalam
proses berkomunikasi dalam lingkunganya, interaksi diantara mereka itu sangat
erat sekali.
Adapun
ciri-ciri kehidupan masyarakat tradisional adalah sebagai berikut:
1. Memiliki
jiwa tolong menolong
Sistem tolong menolong dalam masyarakat
tradisional atau pedesaan identik dengan sukarela. Seperti contohnya dalam hal
pertanian, disini bantuan dalam pekerjaan pertanian tidak disewakan tetapi yang
diminta dari sesama warga. Dalam hal ini kompensasinya itu bukan bagian dari
hasil pekerjaan, juga bukan upah, tetapi tenaga bantuan juga.
Aktifitas-aktifitas tolong menolong tampak terlihat sekali dalam lapangan
kehidupan masyarakat seperti halnya dalam aktifitas kehidupan rumah tangga,
dalam menyiapkan dan melaksanakan pesta atau upacara, dan dalam hal kecelakaan
dan hal kematian dan kesemuanya identik dengan kesukarelaan (tanpa pamrih).
2. Suka
gotong royong
Di samping adat istiadat tolong menolong
antara warga desa dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial,
baik yang berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau
lain-lain hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis. Ada pula
aktivitas-aktivitas bekerjasama yang lain yang secara populer biasanya disebut
dengan istilah gotong royong. Hal ini adalah aktivitas bekerjasama antara
sejumlah besar warga desa untuk menyelesaikan proyek tertentu yang dianggap
berguna bagi kepentingan umum. Untuk membedakan aktifitas-aktifitas tolong
menolong itu, ada baiknya aktifitas-aktifitas sosial tersebut kita sebut kerja bakti, atau kita kalau mau memakai
istilah “gotong royong”, maka aktifitas-aktifitas yang lain itu disebut secara
konsekuen “tolong menolong”, seperti apa yang kami lakukan dalam uraian di atas
itu. Mengenai gotong royong kerja bakti kita harus juga membedakan antara (1)
kerjasama untuk proyek-proyek yang timbul dari inisiatif atau swadaya para
warga sendiri an (2) kerjasama untuk proyek-proyek yang dipaksakan dari atas. Kita bisa membayangkan bagaimana
proyek-proyek macam pertama, yang asal keputusan-keputusan rapat-rapat desa
masyarakat sendiri dan yang disarankan benar-benar sebagai suatu proyek yang
beguna, dikerjakan bersama dengan amat rela dan penuh semangat, sedangkan
sebaliknya proyek-proyek macam kedua, yang sering sekali tidak dipahami atau
diketahui kegunaannya, oleh masyarakat dirasakan saja sebagai
kewajiban-kewajiban rutin yang amat tidak dapat dihindari, kecuali dengan cara
mewakilkan giliran mereka kepada orang lain.
Di dalam mengajukan proyek-proyek yang
membutuhkan tenaga bersama dari sebagian besar warga, pihak atasan atau siapa
saja yang mengajukan proyek itu bagi umum harus bisa meyakinkan warga akan
kegunaan dari proyek itu bagi masyarakat sedemikian rupa sehingga warga akan
merasakan proyek itu seolah-olah sebagai proyeknya sendiri, dan sehingga
perasaan paksaan itu menghilang. Dengan demikian masyarakat akan bekerja serba
rela dan bersemangat.
3. Berjiwa
gotong royong
Dasar-dasar dari aktifitas tolong
menolong dan gotong royong sebagi suatu gejala sosial dalam masyarakat desa
pertanian, telah beberapa kali dianalisis oleh ahli-ahli ilmu sosial. Sistem
tolong menlong itu rupanya suatu teknik pengerahan tenaga yang mengenai
pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian atau spesialisasi khusus, atau
mengenai pekerjaan yang tidak menbutuhkan diferensiasi tenaga dimana semua
orang dapat mengerjakan semua tahap dalam penyelesaiannya. Kecuali itu sistem
tolong menolong itu rupa-rupanya mungkin dengan dengan dasar hubungan intensif,
antara orang-orang yang hidupberhadapan muka yang saling kenal mengenal sebagai
manusia kongkrit dan tidak sebagai suatu nomor yang abstrak saja, artinya
antara orang-orang yang hidup dalam masyarakat kecilyang berdasarkan
prinsip-prinsip kelompok primer. Dipandang dari sudut itu, maka tolong menolong
itu dapat kita harapkan akan merupakan gejala sosial yang universal; artinya
ada dalam semua masyarakat di mana ada kelompok-kelompok primer di dalamnya.
Kelompok-elompok primer itu terutama ada
dalam masyarakat pedesaan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia
Tenggara, di Asia umumnya, di Afrika, di Oceania, di Amerika Latin, bhkan di
Eropa dan Amerika Utara juga. Hanya di dalam masyarakat kota yang kompleks, di mana
arti dalam kelompok-kelompok primer itu sudah terdesak ke hanya beberapa
lapangan kehidupan yang khusus saja, sistem tolong menolong itu boleh dikatakan
terdesak juga. Dalam perusahaan-perusahaan yang modern, dengan suatu
diferensiasi dan spesialisasi yang kompleks, dengan suatu organisasi yang
komplek, dengan suatu organsasi yang luas, sistem tolong menolong rupa-rupanya
tidak juga akan memberi hasil yang efektif. Demikian sistem pengarahan tenaga
secara tolong menolong, terkait kepada struktur kelompok-kelompok primer dalam
masyarakat. Jiwa tolong menolong, gotong-royong dan jiwa berbakti merupakan
ciri watak atau kepribadian masyarakat tradisional.
4. Musyawarah
dan Berjiwa Musyawarah
Musyawarah adalah satu gejala sosial
yang ada dalam banyak masyarakat tradisional atau pedesaan umumnya. Artinya
ialah keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat-rapat tidak berdasarkan satu
mayoritas, yang menganut suatu pendirian tertentu, melainkan seluruh rapat
seolah-oleh suatu badan. Hal ini berarti bahwa pihak mayoritas dan pihak
minoritas mengurangi pendirian mereka, sehingga bisa mendekati dan aling
toleransi.
Sebagai suatu cara berapat yabg
tertentu, musyawarah itu rupa-rupanya harus ada kekuatan atau tokoh-tokoh yang
dapat mendorong proses menyetarakan dan mengintegrasikan pendapat itu.
Jiwa-jiwa musyawarah seperti itulah yang harus dimiliki setiap orang dalam
memecahkan masalah. Jiwa musyawarah merupakan suatu ekstensi dari jiwa gotong
royong. Tidak hanya dalam rapat-rapat saja, tetapi terutama dalam seluruh
kehidupan sosial, warga dari suatu masyarakat yang berjiwa gotong royong itu
diharapkan sudi dalam melepaskan sebagian pendapatnya atau sedikit mendekati
atau mencakup keseluruhan pendapat seluruh audien supaya tidak saling ngotot,
menjatuhkan dan membenarkan pendiriannya sendiri. Dilihat dari ciri kehidupan
masyarakat tradisional diatas dapat dilihat bahwa masyaraka tradisional memiliki
ciri-ciri sebagai berikut ini :
1. Afektifitas yaitu hubungan antar
anggota masyarakat didasarkan pada kasih saying.
2. Orientasi kolektif yaitu lebih mengutamakan kepentingan kelompok/kebersamaan.
3. Partikularisme yaitu segala sesuatu yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk suatu daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan rasa kebersamaan.
2. Orientasi kolektif yaitu lebih mengutamakan kepentingan kelompok/kebersamaan.
3. Partikularisme yaitu segala sesuatu yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk suatu daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan rasa kebersamaan.
4.
Askripsi yaitu segala sesuatu yang dimiliki diperoleh dari pewarisan
generasi sebelumnya.
5. Diffuseness ( kekaburan ) yaitu dalam mengungkapkan sesuatu dengan tidak berterus-terang.
5. Diffuseness ( kekaburan ) yaitu dalam mengungkapkan sesuatu dengan tidak berterus-terang.
a.
Masyarakat
modern
Masyarakat modern yaitu
masyarakat yang kehidupannya di kota, dan kebanyakan masyarakat ini tinggal di
tempat yang ramai tidak seperti masyarakat tradisional yang kehidupannya di
pedalaman. Kata Modern berasal dari bahasa latin “ Modo” = cara dan “ Ernus”
= masa kini. Masyarakat modern identik dengan punya banyaknya pengetahuan dan
identik dengan alat elektronik yang maju dan mudahnya dalam mengikuti perubahan
yang ada pada jaman sekarang ini.
A. Proses-Proses
Sosial
Dalam
bermasyarakat kita tidak akan luput dari proses sosial yang menghububgakan satu
orang dengan orang yang lain. Sebelum hubungan tersebut mempunyai bentuk yang
konkrit, maka terlebih dahulu dialami adalah proses ke arah konkrit yang sesuai
nilai-nilai sosial di dalam masyarakat. Dengan demikinan dapatlah dikatakan
bahwa proses-proses sosial adalah cara burhubungan yang dapat dilhat apabila
orang-perorang dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan
sistem serta bentuk-bentuk hubungan tesebut atau apa yang akan terjadi apabila
ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah
ada. Ataupun dengan perkataan lain, proses-proses sosial diartikan sebagai
pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Setiap masyarakat
atau kelompok-kelompok tertentu pasti tidak luput dari proses-proses sosial,
karena dengan proses-proses sosial, masyarakat dapat melakukan interaksi antara
individu-individu, individu-kelompok, dan kelompok-kelompok. Cakupan
proses-proses sosial dalam masyarakat salah satunya yaitu interaksi sosial
(yang bisa disebut juga dengan proses sosial), oleh karena itu interaksi sosial
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk
lain proses-proses sosial hanya merupakan bentuk khusus dari interaksi sosial.
Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut
antara hubungan orang perorang, antara kelompok-kelompok manusia, ataupun
antara orang perorangan dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu, interaksi
sosial dimulai, pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling
berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk
dari interaksi sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak
saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah
terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang
menyebabkan perubahan-perubahan dalm perasaan maupun dalam syaraf orang-orang
yang bersangkutan yang disebabkan oleh bau keringat , minyak wangi dan
sebagainya. Kesemua itu menimbulkan kesan dalam benak fikiran seseorang, yang
kemudian menentukan tindakan yang akan dilakukannya.
Interaksi
sosial seperti diatas tidak akan mungkin terjadi apabila manusia mengadakan
hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh
terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud. Berlangsungnya
suatu proses interaksi sosial didasarkan oleh berbagai faktor, antara lain:
faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tesebut dapat
bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan yang bergabung.
Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor minimal yang menjadi dasar bagi
berlangsungnya proses interaksi sosial.
B. Pelapisan-Pelapisan
Sosial
Selama
dalam sebuah masyarakat pasti ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat
pasti mempunyai sesutau yang dihargainya, maka hal itu akan menjadi suatu yang
dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sistem
berlapis-lapis dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi dikenal dengan istilah
Social Stratification. Pitirim A.
Sorokin menyatakan bahwa social
stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkhis). Adanya sistem berlapis-lapis di
dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan
masyarakat itu, tetapi ada pula yan dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu
tujuan bersama. Yang biasanya menjadi
alasan terjadinya lapisan-lapisan masyarakat dengan sendirinya adalah
kepandaian, umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat,
dan mungkin harta dalam batas-batas tertentu. Dalam stratifikasi sosial terdapat
sifat-sifat yang secara visual dapat dilihat seperti berikut ini :
1. Tertutup,
dimana mobilitas sangat terbatas, atau bahkan mungkin tidak ada.
2. Terbuka,
dimana kemungkinan mengadakan mobilitas sangat besar.
3. Campuran
(tertutup dan terbuka).
Kita
dapat mengetahui bahwa dalam masyarakat terdapat gerak atau yang bisa kita
sebut dengan mobilitas sosial, sesuai dengan arahnya mobilitas sosial itu
dibedakan menjadi dua macam yaitu social-climbing (yang naik) dan
social-sinking (yang turun). Gerak sosial yang naik mempunyai dua bentuk utama
yaitu:
a. Masuknya
individu-individu yang mempunyai rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi.
b. Pembentukan
suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi
dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut.
Demikian
gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama yaitu:
a. Turunnya
kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya, dan
b. Turunnya
derajat sekelompok individu-individu yang dapat berupa suatu disintegrai dalam
kelompok sebagai kesatuan.
Kedua bentuk tersebut di atas dapat
diartikan atau diibaratkan sebagai seorang penumpang kapal laut yang jatuh ke
laut dan seterusnya sebagai kapal yang tenggelam bersama seluruh penumpangnya
atau apabila kapal itu pecah.
Rujukan
:
Norman Long. 1992. Sosiologi
Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali.
Sajogyo. Pujiwati
Sajogyo. 1995. Sosiologi Pedesaan.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Analisis:
Mayarakat
tradisional dan masyarakat modern sangat berbeda sekali dalam hal apapun. Perbedaan
itu sangat mencolok sekali, dalam hal perubahan sosialnya masyarakat
tradisional sangat tertutup dan bahkan tidak mau menerima perubahan-perubahan
yang timbul dari luar, sedangkan masyarakat modern sangat mudah sekali dalam
berubah. Ini semua dikarenakan masyarakat tradisional memegang adat atau keyakinan
nenek moyangnya, di mana keyakinan-keyakinan tersebut sangat dipatuhi dan dijunjung
tinggi oleh masyarakat tradisional, karena mereka yakin juga bila melupakan
atau malah meniggalkannya akan ada sesuatu yang akan menimpa masyarakat
tersebut. Keyakinan-keyakinan inilah yang menjadi salah satu faktor dominan
yang penghambat perubahan. Dalam hal
pekerjaanpun berbeda, masyarakat tradisional mereka becocok tanam atau bisa
dikatakan bertani, sedangkan masyarakat modern dikantoran. Masyarakat
tradisional pada umumnya menjunjung tinggi rasa kepercayaan, saling gotong
royong atas sesama masyarakat, yang dapat kita lihat misalnya dalam membuat
rumah, mereka saling membantu untuk membangun rumah yang akan dihuni anggota
masyarakat tersebut. Hal tersebut sangat berbeda dengan masyarakat modern yang
juga bisa disebut juga sebagai masyarakat kota yang pada umumnya mereka sangat
individualistis terhadap satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan masyarakat
modern sudah terbagi dalam berbagai permasalahan yang kompleks, misalnya saja
dalam hal pekerjaan, yang mana sudah ada pembagian kerja, begitupun dengan
masalah sosialnya yang sudah acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Hal
tersebut dapat kita lihat sebagaimana kesenjangan sosial yang masih banyak kita
jumpai di negara pertiwi ini. Contoh lain yang masih hangat adalah masalah
indonesia timur yaitu papua, di sana masyarakat sangat memprihatinkan oleh
masalah-masalah dunia pendidikan, kesehatan maupun ekonomi. Hal tersebut sangat
berbeda sekali dengan yang ada di indonesia barat yang mana sebagian besar
pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
enak musiknya bg, apa judulnya?
BalasHapus