small rss seocips Music MP3
Let's listening The Music O.K Guys!!!

Jumat, 29 November 2013

MASYARAKAT TRADISIONAL & MODERN


Nama : RIFKI MASRONI

NIM    : 12230007
Prodi   : PMI

MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN



A.    Arti Masyarakat

Masyarakat menurut Gillin dan Gillin adalah sekelompok manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Sedangkan menurut Selo Soemardjan adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dari beberapa pakar ahli sosiologi diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan sekelompok orang atau manusia yang mempunyai sifat yang kompleks dan hubungannya diikat oleh kesatuan persamaan yang sangat erat.

B.     Pembagian Masyarakat

Dilihat dari sisi materi atau pengetahuannya masyarakat dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu masyarakat tradisional (desa) dan masyarakat modern (kota). Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu masyarakat tradisional dan masyarakat modern.

a.      Masyarakat Tradisional

Masyarakat tradisional yaitu masyarakat yang kehidupannya masih diikat oleh adat istiadat nenek luhurnya atau adat istiadat yang lama. Oleh karena itu masyarakat tradisional tidak mendapatkan perubahan yang mendasar dari perubahan-perubahan yang ada dalam masa sekarang ini, walau memang tidak menutup kemungkinan masyarakat tradisional sekarang sudah mengetahui tentang teknologi yang canggih namun mereka hidup masih menggunakan dasar adat istiadat leluhur mereka. Dan yang lebih menonjol dari masyarakat tradisional yaitu mereka hidup di daerah pedesaan yang secara geografis terletak dipedalaman yang jauh dari keraimain. Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang bisa kita juluki dengan nama masyarakat “paguyuban”. Masyarakat tradisional sangat erat atau rukun dalam proses berkomunikasi dalam lingkunganya, interaksi diantara mereka itu sangat erat sekali.

  
Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat tradisional adalah sebagai berikut:

1.      Memiliki jiwa tolong menolong

Sistem tolong menolong dalam masyarakat tradisional atau pedesaan identik dengan sukarela. Seperti contohnya dalam hal pertanian, disini bantuan dalam pekerjaan pertanian tidak disewakan tetapi yang diminta dari sesama warga. Dalam hal ini kompensasinya itu bukan bagian dari hasil pekerjaan, juga bukan upah, tetapi tenaga bantuan juga. Aktifitas-aktifitas tolong menolong tampak terlihat sekali dalam lapangan kehidupan masyarakat seperti halnya dalam aktifitas kehidupan rumah tangga, dalam menyiapkan dan melaksanakan pesta atau upacara, dan dalam hal kecelakaan dan hal kematian dan kesemuanya identik dengan kesukarelaan (tanpa pamrih).

2.      Suka gotong royong

Di samping adat istiadat tolong menolong antara warga desa dalam berbagai macam lapangan aktivitas-aktivitas sosial, baik yang berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis. Ada pula aktivitas-aktivitas bekerjasama yang lain yang secara populer biasanya disebut dengan istilah gotong royong. Hal ini adalah aktivitas bekerjasama antara sejumlah besar warga desa untuk menyelesaikan proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan umum. Untuk membedakan aktifitas-aktifitas tolong menolong itu, ada baiknya aktifitas-aktifitas sosial tersebut kita sebut kerja bakti, atau kita kalau mau memakai istilah “gotong royong”, maka aktifitas-aktifitas yang lain itu disebut secara konsekuen “tolong menolong”, seperti apa yang kami lakukan dalam uraian di atas itu. Mengenai gotong royong kerja bakti kita harus juga membedakan antara (1) kerjasama untuk proyek-proyek yang timbul dari inisiatif atau swadaya para warga sendiri an (2) kerjasama untuk proyek-proyek yang dipaksakan dari atas. Kita bisa membayangkan bagaimana proyek-proyek macam pertama, yang asal keputusan-keputusan rapat-rapat desa masyarakat sendiri dan yang disarankan benar-benar sebagai suatu proyek yang beguna, dikerjakan bersama dengan amat rela dan penuh semangat, sedangkan sebaliknya proyek-proyek macam kedua, yang sering sekali tidak dipahami atau diketahui kegunaannya, oleh masyarakat dirasakan saja sebagai kewajiban-kewajiban rutin yang amat tidak dapat dihindari, kecuali dengan cara mewakilkan giliran mereka kepada orang lain.

Di dalam mengajukan proyek-proyek yang membutuhkan tenaga bersama dari sebagian besar warga, pihak atasan atau siapa saja yang mengajukan proyek itu bagi umum harus bisa meyakinkan warga akan kegunaan dari proyek itu bagi masyarakat sedemikian rupa sehingga warga akan merasakan proyek itu seolah-olah sebagai proyeknya sendiri, dan sehingga perasaan paksaan itu menghilang. Dengan demikian masyarakat akan bekerja serba rela dan bersemangat.

3.      Berjiwa gotong royong

Dasar-dasar dari aktifitas tolong menolong dan gotong royong sebagi suatu gejala sosial dalam masyarakat desa pertanian, telah beberapa kali dianalisis oleh ahli-ahli ilmu sosial. Sistem tolong menlong itu rupanya suatu teknik pengerahan tenaga yang mengenai pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian atau spesialisasi khusus, atau mengenai pekerjaan yang tidak menbutuhkan diferensiasi tenaga dimana semua orang dapat mengerjakan semua tahap dalam penyelesaiannya. Kecuali itu sistem tolong menolong itu rupa-rupanya mungkin dengan dengan dasar hubungan intensif, antara orang-orang yang hidupberhadapan muka yang saling kenal mengenal sebagai manusia kongkrit dan tidak sebagai suatu nomor yang abstrak saja, artinya antara orang-orang yang hidup dalam masyarakat kecilyang berdasarkan prinsip-prinsip kelompok primer. Dipandang dari sudut itu, maka tolong menolong itu dapat kita harapkan akan merupakan gejala sosial yang universal; artinya ada dalam semua masyarakat di mana ada kelompok-kelompok primer di dalamnya.

Kelompok-elompok primer itu terutama ada dalam masyarakat pedesaan, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara, di Asia umumnya, di Afrika, di Oceania, di Amerika Latin, bhkan di Eropa dan Amerika Utara juga. Hanya di dalam masyarakat kota yang kompleks, di mana arti dalam kelompok-kelompok primer itu sudah terdesak ke hanya beberapa lapangan kehidupan yang khusus saja, sistem tolong menolong itu boleh dikatakan terdesak juga. Dalam perusahaan-perusahaan yang modern, dengan suatu diferensiasi dan spesialisasi yang kompleks, dengan suatu organisasi yang komplek, dengan suatu organsasi yang luas, sistem tolong menolong rupa-rupanya tidak juga akan memberi hasil yang efektif. Demikian sistem pengarahan tenaga secara tolong menolong, terkait kepada struktur kelompok-kelompok primer dalam masyarakat. Jiwa tolong menolong, gotong-royong dan jiwa berbakti merupakan ciri watak atau kepribadian masyarakat tradisional.

4.      Musyawarah dan Berjiwa Musyawarah

Musyawarah adalah satu gejala sosial yang ada dalam banyak masyarakat tradisional atau pedesaan umumnya. Artinya ialah keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat-rapat tidak berdasarkan satu mayoritas, yang menganut suatu pendirian tertentu, melainkan seluruh rapat seolah-oleh suatu badan. Hal ini berarti bahwa pihak mayoritas dan pihak minoritas mengurangi pendirian mereka, sehingga bisa mendekati dan aling toleransi.

Sebagai suatu cara berapat yabg tertentu, musyawarah itu rupa-rupanya harus ada kekuatan atau tokoh-tokoh yang dapat mendorong proses menyetarakan dan mengintegrasikan pendapat itu. Jiwa-jiwa musyawarah seperti itulah yang harus dimiliki setiap orang dalam memecahkan masalah. Jiwa musyawarah merupakan suatu ekstensi dari jiwa gotong royong. Tidak hanya dalam rapat-rapat saja, tetapi terutama dalam seluruh kehidupan sosial, warga dari suatu masyarakat yang berjiwa gotong royong itu diharapkan sudi dalam melepaskan sebagian pendapatnya atau sedikit mendekati atau mencakup keseluruhan pendapat seluruh audien supaya tidak saling ngotot, menjatuhkan dan membenarkan pendiriannya sendiri. Dilihat dari ciri kehidupan masyarakat tradisional diatas dapat dilihat bahwa masyaraka tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini :                                                                                                                             

1.  Afektifitas  yaitu hubungan antar anggota masyarakat didasarkan pada kasih saying.
2.  Orientasi kolektif yaitu lebih mengutamakan kepentingan kelompok/kebersamaan.
3.  Partikularisme yaitu segala sesuatu yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk suatu daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan rasa kebersamaan.

4.    Askripsi yaitu segala sesuatu yang dimiliki diperoleh dari pewarisan generasi sebelumnya.
5.    Diffuseness ( kekaburan ) yaitu dalam mengungkapkan sesuatu dengan tidak berterus-terang.
a.      Masyarakat modern
Masyarakat modern yaitu masyarakat yang kehidupannya di kota, dan kebanyakan masyarakat ini tinggal di tempat yang ramai tidak seperti masyarakat tradisional yang kehidupannya di pedalaman. Kata Modern berasal dari bahasa latin “ Modo” = cara dan “ Ernus” = masa kini. Masyarakat modern identik dengan punya banyaknya pengetahuan dan identik dengan alat elektronik yang maju dan mudahnya dalam mengikuti perubahan yang ada pada jaman sekarang ini.
A.    Proses-Proses Sosial
Dalam bermasyarakat kita tidak akan luput dari proses sosial yang menghububgakan satu orang dengan orang yang lain. Sebelum hubungan tersebut mempunyai bentuk yang konkrit, maka terlebih dahulu dialami adalah proses ke arah konkrit yang sesuai nilai-nilai sosial di dalam masyarakat. Dengan demikinan dapatlah dikatakan bahwa proses-proses sosial adalah cara burhubungan yang dapat dilhat apabila orang-perorang dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tesebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Ataupun dengan perkataan lain, proses-proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Setiap masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu pasti tidak luput dari proses-proses sosial, karena dengan proses-proses sosial, masyarakat dapat melakukan interaksi antara individu-individu, individu-kelompok, dan kelompok-kelompok. Cakupan proses-proses sosial dalam masyarakat salah satunya yaitu interaksi sosial (yang bisa disebut juga dengan proses sosial), oleh karena itu interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk lain proses-proses sosial hanya merupakan bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut antara hubungan orang perorang, antara kelompok-kelompok manusia, ataupun antara orang perorangan dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai, pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial. Walaupun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda, interaksi sosial telah terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalm perasaan maupun dalam syaraf orang-orang yang bersangkutan yang disebabkan oleh bau keringat , minyak wangi dan sebagainya. Kesemua itu menimbulkan kesan dalam benak fikiran seseorang, yang kemudian menentukan tindakan yang akan dilakukannya.
Interaksi sosial seperti diatas tidak akan mungkin terjadi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud. Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial didasarkan oleh berbagai faktor, antara lain: faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tesebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan yang bergabung. Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor minimal yang menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial.
B.     Pelapisan-Pelapisan Sosial
Selama dalam sebuah masyarakat pasti ada sesuatu yang dihargai, dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesutau yang dihargainya, maka hal itu akan menjadi suatu yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sistem berlapis-lapis dalam masyarakat tersebut dalam sosiologi dikenal dengan istilah Social Stratification. Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkhis). Adanya sistem berlapis-lapis di dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, tetapi ada pula yan dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang  biasanya menjadi alasan terjadinya lapisan-lapisan masyarakat dengan sendirinya adalah kepandaian, umur, sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin harta dalam batas-batas tertentu. Dalam stratifikasi sosial terdapat sifat-sifat yang secara visual dapat dilihat seperti berikut ini :
1.      Tertutup, dimana mobilitas sangat terbatas, atau bahkan mungkin tidak ada.
2.    Terbuka, dimana kemungkinan mengadakan mobilitas sangat besar.
3.    Campuran (tertutup dan terbuka).



Kita dapat mengetahui bahwa dalam masyarakat terdapat gerak atau yang bisa kita sebut dengan mobilitas sosial, sesuai dengan arahnya mobilitas sosial itu dibedakan menjadi dua macam yaitu social-climbing (yang naik) dan social-sinking (yang turun). Gerak sosial yang naik mempunyai dua bentuk utama yaitu:
a.    Masuknya individu-individu yang mempunyai rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi.
b.      Pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut.
Demikian gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama yaitu:
a.       Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya, dan
b.      Turunnya derajat sekelompok individu-individu yang dapat berupa suatu disintegrai dalam kelompok sebagai kesatuan.
Kedua bentuk tersebut di atas dapat diartikan atau diibaratkan sebagai seorang penumpang kapal laut yang jatuh ke laut dan seterusnya sebagai kapal yang tenggelam bersama seluruh penumpangnya atau apabila kapal itu pecah.
Rujukan :
Norman Long.  1992. Sosiologi Pembangunan Pedesaan. Jakarta: Pt Bumi Aksara.
Soerjono Soekanto.  1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali.
Sajogyo. Pujiwati Sajogyo. 1995. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.














Analisis:
Mayarakat tradisional dan masyarakat modern sangat berbeda sekali dalam hal apapun. Perbedaan itu sangat mencolok sekali, dalam hal perubahan sosialnya masyarakat tradisional sangat tertutup dan bahkan tidak mau menerima perubahan-perubahan yang timbul dari luar, sedangkan masyarakat modern sangat mudah sekali dalam berubah. Ini semua dikarenakan masyarakat tradisional memegang adat atau keyakinan nenek moyangnya, di mana keyakinan-keyakinan tersebut sangat dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh masyarakat tradisional, karena mereka yakin juga bila melupakan atau malah meniggalkannya akan ada sesuatu yang akan menimpa masyarakat tersebut. Keyakinan-keyakinan inilah yang menjadi salah satu faktor dominan yang  penghambat perubahan. Dalam hal pekerjaanpun berbeda, masyarakat tradisional mereka becocok tanam atau bisa dikatakan bertani, sedangkan masyarakat modern dikantoran. Masyarakat tradisional pada umumnya menjunjung tinggi rasa kepercayaan, saling gotong royong atas sesama masyarakat, yang dapat kita lihat misalnya dalam membuat rumah, mereka saling membantu untuk membangun rumah yang akan dihuni anggota masyarakat tersebut. Hal tersebut sangat berbeda dengan masyarakat modern yang juga bisa disebut juga sebagai masyarakat kota yang pada umumnya mereka sangat individualistis terhadap satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan masyarakat modern sudah terbagi dalam berbagai permasalahan yang kompleks, misalnya saja dalam hal pekerjaan, yang mana sudah ada pembagian kerja, begitupun dengan masalah sosialnya yang sudah acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat kita lihat sebagaimana kesenjangan sosial yang masih banyak kita jumpai di negara pertiwi ini. Contoh lain yang masih hangat adalah masalah indonesia timur yaitu papua, di sana masyarakat sangat memprihatinkan oleh masalah-masalah dunia pendidikan, kesehatan maupun ekonomi. Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan yang ada di indonesia barat yang mana sebagian besar pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
 





1 komentar: