NAMA : RIFKI MASRONI
NIM : 12230007
PRODI : PMI
TEORI KETERGANTUNGAN 1
Pada
bab ini, kita akan membahas teori-teori yang masuk dalam kelompok Teori
Struktural. Teori ini menolak jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi.
Teori Struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terdapat di negara dunia
ketiga yang mengkhususkan diri pada
produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang
bersifat eksploitatif, di mana yang kuat melakukan eksploitasi terhadap yang
lemah. Maka, surplus dari negara-negara Dunia Ketiga beralih ke negara-negara
industri maju. Menurut Teori Struktural, perdagangan dunia yang bebas justru
merupakan wadah praktek eksploitasi ini. Perdangan dunia yang bebas dapat
diibaratkan seperti persaingan dua tim sepakbola. Tim yang sukses dan lebih
kaya, pada akhirnya akan membeli pemain-pemain terbaik dari tim yang lemah.
Akibatnya, tim yang lemah bukan saja dikalahkan dalam persaingan, tetapi juga
akan terus mundur dan akhirnya hancur, karena unsur-unsur yang potensial bagi
tim ini untuk maju direbut oleh tim yang lebih kuat.
1.
SERBA
SEDIKIT TENTANG TEORI STRUKTURAL
Teori
Struktural sebenarnya merupakan teori-teori yang memakai pendekatan struktural.
Pendekatan ini:
Menekankan
lingkungan material manusia, yakni organisasi kemasyarakatan beserta sistem
imbalan-imbalan material yang diberikannya, perubahan-perubahan pada lingkungan
material manusia termasuk perubahan-perubahan teknologi. Lingkungan material
ini dianggap sebagai faktor yang lebih penting daripada keadaan psikologi dan
nilai-nilai kemasyarakatan yang ada dalam mempengaruhi tingkahlaku manusia.
Dengan
demikian, Teori Struktural mencari faktor-faktor lingkungan material manusia
sebagai faktor yang menyebabkannya. Teori Struktural seringkali dianggap bersumber
pada teori yang dilontarkan oleh Karl Marx, terutama teorinya tentang bangunan bawah atau base dan bangunan atas
atau superstructure.
Teori yang tergolong kedalam teori
struktural, yakni Teori Ketergantungan, lahir dari dua induk. Induk pertama adalah
seorang ahli ekonomi liberal: Raul Prebisch. Induk kedua adalah teori-teori
Marxis tentang emperialisme dan kolonialisme, serta seorang pemikir Kedua induk
ini adalah para pemikir pendahulu dari teori Ketergantungan.
I.
Raul
Prebisch: Industri Subtitusi Impor
Raul
Prebisch adalah seorang ahli ekonomi liberal, yang menjadi sekretaris eksekutif
sebuah lembaga PBB yang didirikan pada tahun 1948 di Sintago de Chile. Tahun
1935 sampai 1943 sebagai seorang Presiden Direktur Bank Sentral Argentina. pada
tahun 1950 menjadi Direktur ECLA. Pada tahun 1950, beliau menerbitkan karyanya
yang berjudul The Economic Development of
Latin America and its Principal Problem. Karya ini, yang dianggap sebagai
karya pertama dari teori ketergantungan, kemudian dikenal sebagai Manifesto ECLA. Pada karya tersbut
seperti yang dikutib oleh Blostrom dan Hettne menuliskan:
Di
Amerika latin, kenyataan sedang mengingkari Teori Pembagian Kerja Secara
Internasional yang sudah ketinggalan jaman; teori ini memang mencapai kejayaan
pada abad ke-19, tetapi memang masih terus berpengaruh sampai belakangan ini.
Di bawah sekema teori ini, Amerika latin mendapat tugas khusus, sebagai negara
pinggiran dalam sistem perekonomian dunia, untuk memprduksi makanan dan bahan
mentah bagi negara-negara industri di pusat. Tak ada tempat bagi
industri-alisasi untuk negara-negara baru ini. Tetapi serangkaian peristiwa
telah memaksa negara-negara ini untuk melakukan industrialisasi. Dua perang
dunia dan sebuah krisis ekonomi besar di antara kedua perang tersebut, yang
terjadi dalam satu generasi, telah membuka mata orang-orang Amerika latin bahwa
mereka memiliki kesempatan untuk melakukan industrialisasi.
Dari
pernyataan di atas, tampak jelas adanya dua pendapat yang penting. Pertama,
kritiknya terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas. Kedua, hambatan
industrialisasi, dan karena itu juga hambatan terhadap pembangunan, disebabkan
oleh faktor-faktor eksternal. Ini jelas berbeda dengan tesis Teori Modernisasi.
Menurut
Prebisch, adanya Teori Pembagian Kerja Secara Internasional, yang didasarkan
pada Teori Keunggulan Komparatif,
membuat negara-negara di dunia melkukan spesialisasi produksi dan ini
mengakibatkan pembagian kelompok negara menjadi dua bagian kelompok, negara-negara pusat yang menghasilkan barang industi,
dan ngara-negara pinggiran yang
memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya saling melakukan perdagangan, dan
menurut teori diatas seharusnya negara-negara tersebut saling beruntung dan
sama kaya namun kenyataannya tidak. Mengapa?
Prebisch
mengatakan bahwa ini terjadi karena penurunan nilai komoditi pertanian terhadap
komoditi barang industri. Barang industri semakin mahal dibandingkan barang
pertanian. Akibatnya terjadi Defisit pada neraca perdagangan negra pertanian
apabila mereka berdagang dengan negara industri. Dan defisit ini makin lama
semakin besar. Disini maka berlaku hukum engels, yang menyatakan bahwa
pendapatan yang meningkat menyebabkan prosentasi konsumsi makanan terhadap
pendapatan menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan
konsumsimakanan, tetapi justru menaikkan konsumsi barang-barang industri. Oleh
karena itu, Prebisch menyimpulkan bahwa ketebelakangan negara Amerika latin
tetap berlangsung karena negara-negara ini telalu ngandalkan ekspor
barang-barang primer, kesimpulan ini kemudian dikenal dengan istilah Tesis Prebisch-Singer.
II.
Pedebatan
tentang Imperialisasi dan Kolonialisme
Pemikiran
tentang imperialisasi dan kolonialisme bergumul dengan pertanyaan: mengapa
bangsa-bangsa di Eropa melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa-bangsa
lainnya, baik secra politis maupun secara ekonomis. Apa yang menjadi dorongan
utamanya?
Ada
tiga kelompok teori yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, yakni:
(1) Kelompok
teori yang menekankan idealisme manusia dan keinginannya untuk menyebarkan
ajaran Tuhan, untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
(2) Kelompok
teori yang menekankan kehausan manusia terhadap kekuasaan, untuk kebesaran
pribadi maupun kebesaran masyarakat dan negaranya.
(3) Kelompok
teori yang menekankan pada keserakahan manusia, yang selalu berusaha mencari
tambahan kekayaan, yang dikuasai oleh kepentingan ekonomi.
Ketiga
kelompok teori ini dirumuskan sebagai kelompok-kelompok teori God (Tuhan, yang
melambangkan keinginan manusia untuk menyebarkan agama untuk menciptakan dunia
yang lebih baik), teori Glory (kebesaran, yang melambangakan kahausan manusia
akan kekuasaan), dan teori Gold (emas, yang melambangkan keserakahan manusia
akan harta).
III.
Paul
Baran: Sentuhan yang Mematikan dan Kretinisme
Seperti
yang dikatakan sebelumnya bahwa Paul Baran adalah seorang pemikir Marxis yang
menolak pandangan Marx tentang pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Bila
Marx mengatakan bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepada
negara-negara pra-kapitalis yang terbelakang akan membangunkan negara-negara
yang terakhir ini untuk berkembang seperti negara-negara kapitalis di Eropa,
Baran berpendapat lain. Baginya, sentuhan ini akan mengakibatkan negara
pra-kapitalis tersebut bertambah kemajuannya dan akan terus hidup dalam keterbelakangan.
Pandangan atau teori Baran ini dituangkannya dalam bukunya yang tekenal, The Political Economy of Growth, sebuah
study tentang dampak kolonialisme di india yang diterbitka oada tahun 1957.
Dengan pendapatnya ini, berbeda dengan
Marx, Baran menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara
pinggiran berbeda dengan perkembangan kapitalisme di negra-negara pusat. Di
negara pinggiran, sistem kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi
penyakit ini tetep kerdil dan tidak bisa besar.
Mengapa negara-negara yang menjadi korban
imperialisme tidak bisa mengembangkan dirinya, berbeda dengan kapitalisme yang
menggejala di negara-negara pusat dulu? Menurut Baran kapitalisme di
negara-negara pusat bisa berkembang karena adanya tiga faktor atau prasyarat:
(1) Meningkatnya
produksi diikuti dengan tercabutnya masyarakat petani dari pedesaan.
(2) meningkatnya
produksi komoditi dan terjadinya pembagian kerja mengakibatkan sebagian orang
menjadi buruh, dan yang lainnya menjadi majikan.
(3) Mengumpulnya
harta di tangan para pedagang dan tuan tanah.
Faktor
ketiga itulah yang membuat kapitalisme dimungkinkan di Eropa. Surplus yang ada
di tangan para pedagang dan tuan tanah kemudian diinvestasikan ke bidang
industri. Sementara yang terjadi di negara-negara pinggiran sebaliknya.
Pada
bagian ini dibahas teori-teori yang merupakan pendahuluan bagi munculnya Teori
Ketergantungan. Teori Ketergantungan memakai pendekatan struktural. Karena itu,
teori itu dapat digolngkan kedalam kelompok Teori Struktural.
Teori
Struktural sendiri memang berpangkal pada filsafat yang dikembangkan oleh Karl
Marx. Teori ini membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan
menjadi cara produksi tunggal, dan menciptakan proses maupun struktur
masyarakat yang sama di semua negara yang ada di dunia ini. Seperti yang
diuraikan mula-mula oleh Prebisch, kemudian oleh Baran, kapitalisme yang
berkembang di negara-negara yang menjadi korban imperialisme, tidak sama dengan
perkembangan kapitalisme dari negara-negara imperialis yang menyentuhnya.
Kapitalisme di negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit, yang sulit
berkembang. Dia mempunyai dinamika yang berlainan. Karena itu, dia harus
dipelajari dirinya sendiri, sebagai sesuatu yang unik. Kalau kita hanya
menerapkan saja teori-teori dan konsep-konsep yang berlaku di negara-negara
kapitalis pusat, mungkin kita tidak pernah dapat memperoleh pemahaman yang
benar tentang dinamika dan proses kapitalisme pinggiran ini.
Pendapat
Marx yang menyatakan bahwa negara-negara pra-kapitalis di Asia adalah seperti seorang
puteri cantik yang masih tidur, yang sedang menunggu ciuman seorang pangeran
tampan untuk membangunkannya, memang ada benarnya. Pangeran tampan ini adalah
negara-negara kapitalis industrial yang sudah maju. Ciumannya adalah
imperialisme. Setelah dicium, si putri cantik memang terbangun. Tetapi Marx
rupanya tidak sampai mengira bahwa hidup sang putri yang sudah bangun ini
selalu dalam keadaan tidak sehat, karena ciumannya beracun.