small rss seocips Music MP3
Let's listening The Music O.K Guys!!!

Minggu, 28 September 2014

Merumuskan Formulasi Perencanaan Kebijkan Publik

A.    Latar Belakang Masalah
Kebijan Publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Pemerintah melakukan banyak hal seperti mengatur perilaku, mengorganisasi birokrasi, mendistribusikan manfaat, atau menarik pajak, atau semuanya itu sekaligus menurut Thomas R.Dye dalam Edi Suharto. Dengan demikian kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik. Menurut Kenneth E. Boulding dalam Edi Suharto, Kebijakan sosial adalah kebijakan-kebijakan yang berpusat pada institusi-institusi yang menciptakan integrasi dan mencegah aliance. Tujuan kebijakan sosial adalah membangun identitas seseorang dalam kaitannya dengan suatu masyarakat tempat dia tinggal. Keberhasilan kebijakan sosial terletak pada sejauh mana masyarakat atau individu-individu diajak untuk melakukan transfer unilateral demi kepentingan suatu kelompok atau masyarakat yang lebih luas. Dalam penentuan itu pasti ada banyak perumusan perencanaan kebijakan, masukan-masukan dan cara-cara agar kebijakan sosial terkafer dengan baik dan terlaksana seperti apa yang diinginkan dari para pemain kebijakan. Dari latar belakang ini penulis ingin memaparkan tentang Model Perumusan Kebijakan Sosial dan Proses Perumusan Kebijakan yang mungkin bisa menjadi acuan atau panduan dalam menentukan kebijakan sosial guna kesejahteraan masyarakat luas.[1]
B.     Model Perumusan Kebijakan Sosial
Model adalah penyederhanan dari realitas yang diwakili. Model dapat dibedakan menjadi dua yaitu model fisik dan model abstrak. Model fisik adalah reproduksi dari suatu benda yang berukuran kecil dari benda atau objek fisik yang dibuat untuk memaparkan gambaran bentuk asli dari benda yang ingin digambarkan. Model abstrak adalah penyederhanaan fenomena sosial atau konsep-konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyatan teoritis, simbolis, gambar atau rumusan-rumusan matematis mengenai fenomena yang didiskripsikannya[2]. Dalam kaitanya dengan kebijakan sosial, model dibuat untuk menjelaskan proses, karakteristik, mekanisme serta menentukan strategi-strategi kebijakan sosial [3]. Model perumusan kebijakan sosial dibuat sebagai pedoman agar langkah-langkah dalam proses perumusan kebijakan lebih mudah. Menurut Gilbert dan Specht dalam Edi Suharto menyatakan bahwa setidaknya ada tiga model yang dapat diikuti untuk merumuskan kebijakan sosial, sebagaimana dijelaskan pada tabel 1.2 dibawah ini:
  

Tabel 1.2 Model-model Perumusan Kebijakan Sosial
Model A
Perencanaan
Model B
Pembuatan Kebijakan
Model C
Pengembangan Kebijakan
1.      Dorongan Perencanaan
2.      Eksplorasi Penelitian
3.PendefinisianTugas-tugas Perencanaan
4.      Perumusan Kebijakan
5.      Perumusan Program
6.      Evaluasi
1.      Pengidentifikasian Masalah           
2.      Perumusan kebijan

3.      Legitimasi Kebijakan
4.      Implementasi Kebijakan
5.      Evaluasi Kebijakan
1.         Perencanan Kebijakan
2.      Pengembangan dan Implementasi Program
3.      Evaluasi

Tabel di atas memperlihatkan bahwa perumusan kebijakan dapat dilakukan melalui beberapa tahap yang berbeda namun memiliki kesamaan. Berdasarkan model-model tersebut, kita dapat merumuskan kebijakan yang dikelompokkan dalam tiga tahap : identifikasi, implementasi dan evaluasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa langkah tahapan yang terkait. Oleh karena itu, model perumusan kebijakan dapat disebut dengan sebutan “segitiga perumusan kebijakan”. 
1.Tahap Identifikasi:
~Identifikasi Masalah dan Kebutuhan: Tahap pengumpulan data mengenai permasalahan sosial yang dialami masyarakat serta mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi.
~Analisis Masalah dan Kebutuhan: Tahap ini yaitu memilah dan mengolah data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan kedalam laporan yang terorganisasi.
~Penginformasian Rencana Kebijakan: Setelah ada hasil dari laporan analisis maka disusunlah rencana kebijakan yang disampaikan kepada subtansi masyarakat dan juga bisa diberitahukan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.
~Perumusan Tujuan Kebijakan: Setelah mendapat beberapa saran dari masyarakat, maka dilakukan diskusi untuk mendapatkan alternatif kebijakan yang dari alternatif itu dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan kebijakan.
~Pemilihan Model Kebijakan: Tahap ini digunakan untuk menentukan pendekatan, strategi, dan metode yang paling efektif dan efisien jua dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip kebijakan sosial yang logis, sistematis, dan dapat dipertanggung jawabkan.
~Penentuan Indikator Sosial: tahap ini berfungsi sebagai acuan, ukuran standarisasi rencana tindakan dan hasil yang akan dicapai
~Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik:Menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan. Melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan lobi, negoisasi, dan koalisi dengan kelompok masyarakat agar tercapai konsensus dan kesepakatan mengenai kebijakan yang akan diterapkan[4].


2.Tahap Implementasi:
~Perumusan kebijakan: Rencana kebijakan yang sudah disepakati bersama dirumuskan kedalam strategi dan pilihan tindakan beserta pedoman peraturan pelaksanaan.
~Perancangan dan Implementasi Program: Kegiatan utama pada tahap ini adalah mengoprasionalkan kebijakan kedalam usulan-usulanprogram atau proyek sosial untuk dilaksanakan atau diterapkan kepada sasaran program.
3.Tahap Evaluasi:
~Evaluasi dan Tindak Lanjut: Evaluasi dilakukan baik terhadap  proses maupun hasil implementasi kebijakan. Penilaian terhadap proses kebijakan difokuskan pada tahapan perumusan kebijakan, terutama untuk melihat keterpaduan antar tahapan serta sejauhmana program dan pelayanan sosial mengikuti garis kebijakan yang telah ditetapkan. Penilaian terhadap hasil dilakukan untuk melihat pengaruh atau dampak kebijakan, sejauh mana kebijakan mampu mengurangi atau mengatasi masalah. Berdasarkan evaluasi ini, dirumuskanlah kelebihan dan kekurangan kebijakan yang akan dijadikan masukan bagi penyempurnaan kebijakan berikutnya atau perumusan kebijakan baru[5].
C.    Proses Perumusan Kebijakan
Salah satu tugas dari pemerintah adalah merumuskan kebijakan publik. Perumusan ini membutuhkan sebuah proses yang sistematis walaupun tidak kaku, proses perumusan kebijakan memungkinkan sistem pemerintahan dalam merumuskan kebijakan menjadi teratur dan memiliki ritme yang jelas. Proses perumusan kebijakan juga sering disebut dengan sebutan lingkaran kebijakan ( policy cycle ) menurut Bridgman dan Davis, 2004 dalam Edi Suharto. Proses ini melibatkan berbagai lapisan dari pejabat pemerintah dan lembaga non pemerintah. Cara yang paling sering digunakan untuk membuat kebijakan adalah membagi proses perumusannya kedalam beberapa langkah yang jelas dan mudah diidentifikasikan secara terpisah. Aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik adalah warga negara secara individu di Swiss dan negara bagian California menurut Winarno, 2004: 91 dalam Edi Suharto, elit politik di negara yang berkembang seperti Korea Selatan, Indoneia dan Kuba dengan pengaruh sedikit dari masyarakatnya, setiap penduduk di negara maju.[6] Dalam garis besar para pemain kebijakan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu pertama, pemain resimi seperti lembaga eksekutif, yudikatif, dan legeslatif. Kedua, pemain non formal seperti kelompok kepentingan, partai politik, warga negara individu.
Proses perumusan kebijakan menurut Sabatier dan Jenkis-Smith, 1993; Bridgman dan Davis, 2004. Sebgai contoh Anderson 1994: 37 dalam Edi Suharto menyatakan bahwa perumusan kebijakan mengikuti sekuen logis sebgai berikut:
Ø  Pemerintah menyadar bahwa sebuah respon diperlukan untuk mengatasi masalah.
Ø  Pemerintah menyeleksi aksi  apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah.
Ø  Pemerintah menetapkan sebuah solusi
Ø  Pemerintah mengimplementasikan solusi yang telah dipilih.
Ø  Pemerintah mengajukan pertanyaan “apakah kebijakan itu berjalan dengan baik?”
Hampir semua penjelasan mengenai proses perumusan kebijakan bergerak melalui tiga tahapan, yaitu pengembangan ide, melakukan aksi, dan mengevaluasi hasi. Namun menurut Edi Suharto 2008, langkah-langkah akan dimulai dari identifikasi isu, merumuskan agenda kebijakan, melakukan konsultasi, menetapkan keputusan, menerapkan kebijakan, dan mengevaluasi kebijakan. Namun demikian, perumusan kebijakan tidak selalu dilakukan secara melingkar dengan tahapan dan kegiatan yang selalu sama. Tergantung pada konteks dan kebutuhan, proses perumusan kebijakan bisa juga dilakukan melalui serangakaian kegiatan yang tidak selalu berbentuk lingkaran kebijakan[7].

Kesimpulan
Sejarah menyaksikan bahwa semakin maju dan demokratis suatu negara, maka semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Sebaliknya, di negara-negara miskin dan otoriter kebijakan sosial pada hakekatnya kurang mendapatkan perhatian. Kebijakan sosial hakekatnya kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan yang sungguh-sungguh berpihak demi kesejahteraan rakyat demi terwujudnya tatanan negara yang baik dengan adanya rumusan formulasi perencanaan kebijakan sosial yang terkafer dengan jelas, rinci dan tepat, sehingga memperkuat sistem tatanan negara kesejahteraan.

Daftar Pustaka

Suharto Edi, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: alfabeta, 2008.
Suharto Edi, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2008.


[1] Suharto Edi, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Banding: Alfabeta, 2008), hlm. iii
[2] Suharto Edi, Analisis Kebijakan Publik, ( Bandung : alfabeta, 2008 ), hlm. 69.
[3] Ibid, hlm. 71.
[4] Suharto Edi,  Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 80.
[5] Suharto Edi, Analisis Kebijakan Publik, ( Bandung : alfabeta, 2008 ), hlm. 77-80.
[6] Suharto Edi, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 23.
[7] Suharto Edi, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 26-25.

Sabtu, 20 September 2014

Cara menambahkan lagu kesukaan di blog

setelah berhari-hari dan berjam-jam akhirnya saya menemukan sebuah artikel yg bermanfaat bagi ku guys,.
yaaaaa,,.malah curhat nih,., :)
artikelnya mengenai cara menambahkan lagu kesukaan di blog km Guys,.
mungkin ini juga bermanfaat bagi km Guys, ini link nya Guys
http://www.seocips.com/2014/05/widget-pemutar-musik-untuk-blog-ala.html
atau ketik aja http://www.seocips.com/
semoga bermanfaat,. !!!

Selasa, 22 April 2014

Pidato tentang Menjalin Tali Kasih Sayang (Silaturahmi)





MENYAMBUNG TALI KASIH SAYANG

Assalamualaikum waroh matullahi wabarokatuh.
Yang saya hormati Bapak Afif Rifa’i selaku dosen pembimbing mata kuliyah ini, dan teman-teman yang saya banggakan.
Sebelum saya menyampaikan pidato mengenai “Menyambung Tali Kasih Sayang” ini marilah pertama-tama kita panjatkan puji syukur kita kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kepada kita atas nikmat dan rahmat-Nya sehingga kita semua yang hadir di ruangan ini diberikan kesehatan oleh-Nya, sehingga kita semua dapat berkumpul dengan keadaan sehat wal’afiat.
Tak lupa pula shalawat serta salam kita berikan kepada junjungan kita Nabi Agung Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di hari kiamat nanti.
Bapak Dosen dan teman-teman sekalian,
Menyambung tali kasih sayang (silaturahim) antara sesama muslim merupakan kewajiban setiap umat islam. Ini karena dengan menyambung tali kasih sayang itu maka hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, serta kesatuan dan kesatuan dapat dibina dengn baik. Segala masalah yang terjadi diantara kita dapat diselesaikan dengan mudah, benang kusut dalam keluarga, persaudaraan, persahabatan dapat ditata kembali, dan tali kasih sayang yang selama ini putus dapat disambung kembali.
Mengingat pentingnya serta besarnya manfaat menyambung tali kasih (silaturahmi) maka dalam islam seorang muslim dikatakan tidak sempurna imannya tidak menghubungkan tali kasih sayang sesama muslim. Bahkan Allah mengancam tidak akan masuk surga bagi siapa yang memutuskan tali silaturahmi. Rasulullah bersabda:
“tidak akan msuk surga orang yang memutuskan tali persaudaraan.” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan yang lainnya).


Bapak Dosen dan teman-teman sekalian,
Silaturahim dalam kehidupan bermasyarakat sudah tidak asing lagi karena setiap muslim hampir semuanya mengetahui akan kewajiban menyambung tali silaturahmi antarsesama muslim. Akan tetapi, dalam kenyataan sehari-hari ternyata masih ada orang islam yang enggan melakukannya, tidak mau menyambung tali persaudaraan yang putus, bahkan ada yang sengaja memutus tali persaudaraan yang telah terjalin kokoh hanya karena harta dan keduniaan. Yang demikian dapat kita lihat dalam kehidupan kita ini, ada saudara yang memang enggan bersilaturahmi dan menutup diri dari saudaranya, ada juga yang dulunya senang bertandang untuk silaturahmi, tetapi kini setelah kehidupannya meningkat tidak pernah sekali, bahkan seperti tidak saling mengenal. Akibatnya tali persaudaraan akan putus tidak dapat disambung lagi. Bagai layang-layang yang putus dan diterpa oleh angin kencang sehngga sulit dicari titik temunya. Rasa kasih sayang sesama muslimpun semakin memudar dan semakin hilang.
Bapak Dosen dan teman-teman sekalian,
Hal semacam ini masih banyak terjadi yang disebabkan karena hal-hal berikut, Pertama, seseorang merasa bahwa dirinya bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini dikarenakan dia mengingkarai jasa atau bantuan orang lain dan ia belum pernah atau merasakan terbentur dengan kejadian diluar kemampuannya, akhirnya ia sombong, merasa bisa hidup sendiri, tiak perlu bantuan orang lain. Padahal manusia adalah makhluk sosial yang butuh besosial dan bermasayarakat, bersaudara, bersahabat.  Allah SWT pun telah berfirman dalam surat al maidah ayat 2.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menaolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran atau kemungkaran”.
Sebab kedua, karena ia tidak sadar bahwa jika ia meninggal dunia nanti maka saudara sesama muslimlah yang akan merawat jenazahnya. Bayangkan saja bagaimana seandainya kita meninggal dunia, lalu tak ada yang mau mengurus jenazah kita yang terbujur kaku itu, apakah mungkin kita akan bisa memandikan tubuh kita sendiri, memakaikan kafan, mensholatkan, dan menguburkannya?. Jika demikian keluarga kitalah yang menanggung malu bila tak ada seorangpun yang takziah dan mengurus jenazah kita. Karena itu, marilah kita perkokoh tali persaudaraan kita dan perdalam rasa kasih dan sayang sesama muslim.
Sebab ketiga, Karena ia tidak tahu bahwa dengan silaturhmi itu dosanya akan berkurang dan keselamatannya akan lebih terjamin. Karena apa, saat kita silaturahmi sesama muslim saling mengucapkan salam enatah itu waktu berkunjung dan setelah pamitan pulang secara tidak langsung kita telah didoakan saudara kita keselamatan bagi kita. Karena salam dalam islam mengandung permohonan kepada Allah SWT untuk keselamatan, rahmat, dan keberkahan bagi hamba-Nya. Dalam hal salam Rasulullah SAW bersabda,
“sebarkanlah salam, kelak kamu akan selamat.” (HR Bukhari).

Bapak dosen dan teman-teman sekalian,
Sebab keempat, karena ia tidak memahami bahwa dengan silaturahmi maka nikmat hidup akan bertambah. Seseorang yang senang bersilaturahmi maka ia akan banyak kawan dan mendapat banyak dukungan kesuksesan jasmani maupun rohaninya. Sungguh nikmat sekali orang yang mencapai kesuksesan dalam hidupnya karena ia lebih banyak dan lebih lama merasakan karunia Allah di dunia ini. Maka tepat sekali kalau rasulullah bersabda,
“Barang siapa ingin dipanjangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya (oleh Allah) maka hubungkanlah tali kasih sayang (silaturahmi).” (HR Bukhari dan Muslim).
            Sebab kelima, karena ia tidak tahu bahwa jika ingin masuk surga nanti maka ia harus mencari teman sebanyak-banyaknya di dunia. Artinya mengajak orang menuju jalan Allah jalan menuju surga. Sedangkan ajakan itu dilakukan lebih banyak dengan cara silaturahmi. Maka dari itu, marilah kita pererat silaturahmi dan perbanyak teman yang seiman di dunia agar kita dapat memasuki surga secara berombongan, sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 73. Sungguh orang yang dapat memahami hakekat silaturahmi pastilah mereka akan memperbanyak silaturahmi betapa pun sibuknya.
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِين
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".

            Bapak dosen dan teman-teman sekalian,
            Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan: pertama, silaturahmi merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang manfaatnya besar sekali. Kedua, dengan silaturahmi insyaallah seseorang akan dimudahkan dalam segala urusan hidupnya.
            Sebagai penutup, marilah kita perbanyak teman, kita suburkan silaturahmi, dan kita sebarkan salam, betapa pun sibuknya kita, di mana pun kita berada. Semoga Allah senantiasa memanjangkan umur kita dan memudahkan urusan hidup kita amien.
Bilahitaufik walhidayah wa ridho wal inayah
Wassalamualaikum warah matullahi wabarokatuh

Senin, 10 Februari 2014

Cara Penanganan Anak Jalanan Melalui Tiga Pendekatan

Penanganan Anak Jalanan.
A.    Pengertian Anak Jalanan
Tak Lepas dari kehidupan keluarga, anak merupakan karunia dan amanah dari Allah yang diberikan kepada orang tua (ayah-ibu) sebagai turunan mereka yang harus dilindungi dan dijaga.
Kita sering menjumpai banyak sekali anak-anak yang berada di jalanan, seperti di perempatan  atau pertigaan jalan kota, pinggiran jembatan jalan raya dan lain-lain. Fenomena seperti itu nampaknya menjadi salah satu kekhasan bagi negeri kita yaitu indonesia. Semuanya itu ada faktor yang menyebabkannya, anatara lain yaitu kemiskinan, ketidak harmonisan keluarga, dan lain-lain.
Pemerintah Provinsi DIY telah mengesahkan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2011 (pasal 1 ayat 4) tentang Perlindungan Anak yang Hidup di Jalan (Perda PAHJ). Dalam Perda tersebut, anak jalanan adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian waktunya di jalan dan tempat-tempat umum, yang meliputi anak yang bekerja di jalanan, anak yang rentan bekerja di jalanan, dan atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebaian waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988: 16).
Sedangkan pengertian secara sederhana, anak jalanan bisa diartikan dengan istilah anak yang hidup dijalanan, terlepas mereka bekerja atau hanya bermain-main sehingga merampas hak yang sesungguhnya. Departemen sosial mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran dijalanan dan tempat umum lainnya.[1]

B.     Bagaimana cara Menangani Masalah Anak Jalanan
Secara umum pendekatan yang dipergunakan dalam menangani masalah Anjal ada tiga, yaitu:
1.      Street Based Strategy ( Pendekatan yang berbasis anak jalanan).
Street Based Strategy adalah merupakan pendekatan dijalanan untuk menjangkau dan mendampingi anak di jalanan. Tujuannya untuk mengenal, mendampingi anak, mempertahankan relasi dan komunikasi, melakukan kegiatan seperti konseling, diskusi, permainan, literacy (pemberantasan buta huruf) dan lain sebagainya. Street Based Strategy berorientasi pada penangkalan pengaruh negatif dan membekali mereka dengan wawasan yang positif.
2.      Community Based Strategy (Pendekatan yang berbasis masyarakat).
Community Based Strategy adalah pendekatan yang melibatkan keluarga dan masyarakat tempat tinggal anak jalanan, pemberdayaan keluarga dan sosialisasi kepada masyarakat. Pendekatan ini berorientasi pada mencegah anak-anak turun ke jalan dan mendorong penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak. Pendekatan ini berupaya untuk membangkitkan kesadaran, tanggung jawab, dan partisipasi anggota keluarga dan masyarakat dalam mengatasi anak jalanan.
3.      Central Based Strategy
 Central Based Strategy adalah pendekatan  penangan anak jalanan oleh lembaga yang memusatkan usaha dan pelayanan, tempat belindung “drop in” (Rumah singgah) yang menyediakan fasilitas asrama bagi anak terlantar dan anak jalanan. (BKSN, 2000:40)[2]
Pembinaan anak jalanan biasanya lebih menitik beratkan pada aspek kapasitas mental, sosial dan penggalian potensi yang dimiliki anak jalanan itu sendiri. Upaya mengentaskan mereka tidak hanya bisa dengan program pengamatan saja, namun harus ada penjangkauan di jalan, assesmen, dan pengkajian masalah yang tepat sehingga hasilnya benar-benar tuntas. Juga harus mengetahui latar belakang dari mereka, karena setiap anak jalanan memiliki latar belakang yang tidak sama satu sama lainnya. Memang bisa dimaklumi, bahwa penangana anak jalanan cukup sulit karena mereka terdiri dari beberapa kategori yang berbeda-beda. Oleh karena itu penanganan mereka tidak boleh dengan pendekatan yang sama, tetapi perlu dilihat latar belakang masalah yang dihadapi mereka masing-masing.




[1] Muhsin Kalida dan Bambang Sukamto,  Jejak Kaki Kecil di Jalanan, Cakruk Publishing, Yogyakarta: 2012.
[2] Muhsin Kalida dan Bambang Sukamto,  Jejak Kaki Kecil di Jalanan, Cakruk Publishing, Yogyakarta: 2012.

Jumat, 29 November 2013

Teori Ketergantungan 1


NAMA           : RIFKI MASRONI
NIM                : 12230007
PRODI           : PMI
TEORI KETERGANTUNGAN 1

Pada bab ini, kita akan membahas teori-teori yang masuk dalam kelompok Teori Struktural. Teori ini menolak jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi. Teori Struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terdapat di negara dunia ketiga yang mengkhususkan diri pada  produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, di mana yang kuat melakukan eksploitasi terhadap yang lemah. Maka, surplus dari negara-negara Dunia Ketiga beralih ke negara-negara industri maju. Menurut Teori Struktural, perdagangan dunia yang bebas justru merupakan wadah praktek eksploitasi ini. Perdangan dunia yang bebas dapat diibaratkan seperti persaingan dua tim sepakbola. Tim yang sukses dan lebih kaya, pada akhirnya akan membeli pemain-pemain terbaik dari tim yang lemah. Akibatnya, tim yang lemah bukan saja dikalahkan dalam persaingan, tetapi juga akan terus mundur dan akhirnya hancur, karena unsur-unsur yang potensial bagi tim ini untuk maju direbut oleh tim yang lebih kuat.
1.      SERBA SEDIKIT TENTANG TEORI STRUKTURAL
Teori Struktural sebenarnya merupakan teori-teori yang memakai pendekatan struktural. Pendekatan ini:
Menekankan lingkungan material manusia, yakni organisasi kemasyarakatan beserta sistem imbalan-imbalan material yang diberikannya, perubahan-perubahan pada lingkungan material manusia termasuk perubahan-perubahan teknologi. Lingkungan material ini dianggap sebagai faktor yang lebih penting daripada keadaan psikologi dan nilai-nilai kemasyarakatan yang ada dalam mempengaruhi tingkahlaku manusia.
Dengan demikian, Teori Struktural mencari faktor-faktor lingkungan material manusia sebagai faktor yang menyebabkannya. Teori Struktural seringkali dianggap bersumber pada teori yang dilontarkan oleh Karl Marx, terutama teorinya tentang bangunan bawah atau base dan bangunan atas atau superstructure.
Teori yang tergolong kedalam teori struktural, yakni Teori Ketergantungan, lahir dari dua induk. Induk pertama adalah seorang ahli ekonomi liberal: Raul Prebisch. Induk kedua adalah teori-teori Marxis tentang emperialisme dan kolonialisme, serta seorang pemikir Kedua induk ini adalah para pemikir pendahulu dari teori Ketergantungan.
I.                   Raul Prebisch: Industri Subtitusi Impor
Raul Prebisch adalah seorang ahli ekonomi liberal, yang menjadi sekretaris eksekutif sebuah lembaga PBB yang didirikan pada tahun 1948 di Sintago de Chile. Tahun 1935 sampai 1943 sebagai seorang Presiden Direktur Bank Sentral Argentina. pada tahun 1950 menjadi Direktur ECLA. Pada tahun 1950, beliau menerbitkan karyanya yang berjudul The Economic Development of Latin America and its Principal Problem. Karya ini, yang dianggap sebagai karya pertama dari teori ketergantungan, kemudian dikenal sebagai Manifesto ECLA. Pada karya tersbut seperti yang dikutib oleh Blostrom dan Hettne menuliskan:
Di Amerika latin, kenyataan sedang mengingkari Teori Pembagian Kerja Secara Internasional yang sudah ketinggalan jaman; teori ini memang mencapai kejayaan pada abad ke-19, tetapi memang masih terus berpengaruh sampai belakangan ini. Di bawah sekema teori ini, Amerika latin mendapat tugas khusus, sebagai negara pinggiran dalam sistem perekonomian dunia, untuk memprduksi makanan dan bahan mentah bagi negara-negara industri di pusat. Tak ada tempat bagi industri-alisasi untuk negara-negara baru ini. Tetapi serangkaian peristiwa telah memaksa negara-negara ini untuk melakukan industrialisasi. Dua perang dunia dan sebuah krisis ekonomi besar di antara kedua perang tersebut, yang terjadi dalam satu generasi, telah membuka mata orang-orang Amerika latin bahwa mereka memiliki kesempatan untuk melakukan industrialisasi.
Dari pernyataan di atas, tampak jelas adanya dua pendapat yang penting. Pertama, kritiknya terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas. Kedua, hambatan industrialisasi, dan karena itu juga hambatan terhadap pembangunan, disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Ini jelas berbeda dengan tesis Teori Modernisasi.
Menurut Prebisch, adanya Teori Pembagian Kerja Secara Internasional, yang didasarkan pada  Teori Keunggulan Komparatif, membuat negara-negara di dunia melkukan spesialisasi produksi dan ini mengakibatkan pembagian kelompok negara menjadi dua bagian kelompok, negara-negara pusat yang menghasilkan barang industi, dan ngara-negara pinggiran yang memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya saling melakukan perdagangan, dan menurut teori diatas seharusnya negara-negara tersebut saling beruntung dan sama kaya namun kenyataannya tidak. Mengapa?
Prebisch mengatakan bahwa ini terjadi karena penurunan nilai komoditi pertanian terhadap komoditi barang industri. Barang industri semakin mahal dibandingkan barang pertanian. Akibatnya terjadi Defisit pada neraca perdagangan negra pertanian apabila mereka berdagang dengan negara industri. Dan defisit ini makin lama semakin besar. Disini maka berlaku hukum engels, yang menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat menyebabkan prosentasi konsumsi makanan terhadap pendapatan menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan konsumsimakanan, tetapi justru menaikkan konsumsi barang-barang industri. Oleh karena itu, Prebisch menyimpulkan bahwa ketebelakangan negara Amerika latin tetap berlangsung karena negara-negara ini telalu ngandalkan ekspor barang-barang primer, kesimpulan ini kemudian dikenal dengan istilah Tesis Prebisch-Singer.
II.                Pedebatan tentang Imperialisasi dan Kolonialisme
Pemikiran tentang imperialisasi dan kolonialisme bergumul dengan pertanyaan: mengapa bangsa-bangsa di Eropa melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa-bangsa lainnya, baik secra politis maupun secara ekonomis. Apa yang menjadi dorongan utamanya?
Ada tiga kelompok teori yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, yakni:
(1)   Kelompok teori yang menekankan idealisme manusia dan keinginannya untuk menyebarkan ajaran Tuhan, untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
(2)   Kelompok teori yang menekankan kehausan manusia terhadap kekuasaan, untuk kebesaran pribadi maupun kebesaran masyarakat dan negaranya.
(3)   Kelompok teori yang menekankan pada keserakahan manusia, yang selalu berusaha mencari tambahan kekayaan, yang dikuasai oleh kepentingan ekonomi.

Ketiga kelompok teori ini dirumuskan sebagai kelompok-kelompok teori God (Tuhan, yang melambangkan keinginan manusia untuk menyebarkan agama untuk menciptakan dunia yang lebih baik), teori Glory (kebesaran, yang melambangakan kahausan manusia akan kekuasaan), dan teori Gold (emas, yang melambangkan keserakahan manusia akan harta).

III.             Paul Baran: Sentuhan yang Mematikan dan Kretinisme
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Paul Baran adalah seorang pemikir Marxis yang menolak pandangan Marx tentang pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Bila Marx mengatakan bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepada negara-negara pra-kapitalis yang terbelakang akan membangunkan negara-negara yang terakhir ini untuk berkembang seperti negara-negara kapitalis di Eropa, Baran berpendapat lain. Baginya, sentuhan ini akan mengakibatkan negara pra-kapitalis tersebut bertambah kemajuannya dan akan terus hidup dalam keterbelakangan. Pandangan atau teori Baran ini dituangkannya dalam bukunya yang tekenal, The Political Economy of Growth, sebuah study tentang dampak kolonialisme di india yang diterbitka oada tahun 1957.
      Dengan pendapatnya ini, berbeda dengan Marx, Baran menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran berbeda dengan perkembangan kapitalisme di negra-negara pusat. Di negara pinggiran, sistem kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi penyakit ini tetep kerdil dan tidak bisa besar.
      Mengapa negara-negara yang menjadi korban imperialisme tidak bisa mengembangkan dirinya, berbeda dengan kapitalisme yang menggejala di negara-negara pusat dulu? Menurut Baran kapitalisme di negara-negara pusat bisa berkembang karena adanya tiga faktor atau prasyarat:
(1)   Meningkatnya produksi diikuti dengan tercabutnya masyarakat petani dari pedesaan.
(2)   meningkatnya produksi komoditi dan terjadinya pembagian kerja mengakibatkan sebagian orang menjadi buruh, dan yang lainnya menjadi majikan.
(3)   Mengumpulnya harta di tangan para pedagang dan tuan tanah.
Faktor ketiga itulah yang membuat kapitalisme dimungkinkan di Eropa. Surplus yang ada di tangan para pedagang dan tuan tanah kemudian diinvestasikan ke bidang industri. Sementara yang terjadi di negara-negara pinggiran sebaliknya.
Pada bagian ini dibahas teori-teori yang merupakan pendahuluan bagi munculnya Teori Ketergantungan. Teori Ketergantungan memakai pendekatan struktural. Karena itu, teori itu dapat digolngkan kedalam kelompok Teori Struktural.
Teori Struktural sendiri memang berpangkal pada filsafat yang dikembangkan oleh Karl Marx. Teori ini membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi cara produksi tunggal, dan menciptakan proses maupun struktur masyarakat yang sama di semua negara yang ada di dunia ini. Seperti yang diuraikan mula-mula oleh Prebisch, kemudian oleh Baran, kapitalisme yang berkembang di negara-negara yang menjadi korban imperialisme, tidak sama dengan perkembangan kapitalisme dari negara-negara imperialis yang menyentuhnya. Kapitalisme di negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit, yang sulit berkembang. Dia mempunyai dinamika yang berlainan. Karena itu, dia harus dipelajari dirinya sendiri, sebagai sesuatu yang unik. Kalau kita hanya menerapkan saja teori-teori dan konsep-konsep yang berlaku di negara-negara kapitalis pusat, mungkin kita tidak pernah dapat memperoleh pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses kapitalisme pinggiran ini.
Pendapat Marx yang menyatakan bahwa negara-negara pra-kapitalis di Asia adalah seperti seorang puteri cantik yang masih tidur, yang sedang menunggu ciuman seorang pangeran tampan untuk membangunkannya, memang ada benarnya. Pangeran tampan ini adalah negara-negara kapitalis industrial yang sudah maju. Ciumannya adalah imperialisme. Setelah dicium, si putri cantik memang terbangun. Tetapi Marx rupanya tidak sampai mengira bahwa hidup sang putri yang sudah bangun ini selalu dalam keadaan tidak sehat, karena ciumannya beracun.